Banyaknya tragedi yang dialami tenaga kerja wanita (TKW) di luar negeri 
mulai dari penyiksaan, kekerasan seksual hingga hukuman mati tak 
mengendurkan semangat warga Pasuruan untuk mencari nafkah di negeri 
orang. Iming-iming gaji besar begitu menggiurkan sehingga banyak yang 
nekat ke luar negeri meski harus menempuh banyak resiko.
"Mereka 
maunya jalan pintas, lewat calo dari PJTKI yang nggak jelas. Kontrak 
mereka nggak jelas, kerja dimana juga nggak tahu yang penting 
berangkat," kata Kepala Dinas Sosial Tenaka Kerja dan Transmigrasi 
(Dinsosnakertras) Kabupaten Pasuruan, Yoyok Heri Sucipto, di kantornya, 
Jumat (17/4/2015).
Yoyok mengatakan jumlah TKW Pasuruan yang 
berangkat melalui calo sangat banyak tersebar di Kecamatan Nguling, 
Lekok, Winongan dan Gondangwetan. Mereka rata-rata tak memiliki skill 
yang memadai dan lulusan sekolah dasar. Selain Malaysia, Arab Saudi 
menjadi negara tujuan mereka meski moratorium pengiriman tenaga kerja ke
 negeri tersebut belum dicabut.
"Jumlahnya sangat besar, jauh 
lebih besar dari TKW yang berangkat lewat Disnaker. Kalau melalui kita 
rata-rata hanya 50 orang pertahun," jelasnya.
Menurut Yoyok, 
pihak dinas sudah secara rutin melakukan sosialisasi ke warga melalui 
kecamatan agar tak mempercayai calo dan berangkat melalui dinas. Dengan 
begitu, pihak dinas akan mudah melakukan pembelaan maupun bantuan jika 
terjadi masalah di negeri tujuan.
"Sementara ini kan nggak 
demikian, berangkat lewat calo kalau ada masalah lapor ke kita. Tentu 
saja kita akan tetap membantu meski kadang mereka tak memiliki 
selembarpun dokumen," terang Yoyok.
Selain itu, kata Yoyok, jika 
berangkat melalui dinas, calon tenaga kerja akan dibantu peminjaman 
biaya keberangkatan ke bank dan ditempatkan di PJTKI yang 
bertanggungjawab. "Kalau memang tak memiliki skill sama sekali, kita 
akan memintanya untuk mengurungkan niatnya," kata dia.
Desa 
Kalirejo Kecamatan Gondangwetan merupakan salah satu desa yang warganya 
banyak menjadi TKW di Arab Saudi. Tak kurang dari 25 perempuan di desa 
ini mengaduh nasib di negeri Timur Tengah tersebut. Nurul Huda, sang 
kepala desa mengatakan semuanya berangkat lewat calo. Mereka tak ambil 
pusing dari PJTKI apa calo berasal yang penting berangkat.
"Rata-rata
 sekolahnya sampai SD atau Madrasah Diniyah, bahkan ada yang nggak bisa 
baca. Jangankan ke dinas, ke pihak desa saja mereka tak melapor. Kalau 
ada masalah baru melapor kita," kata Huda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar